Puisi


Suatu Pagi 

I               Suatu pagi kudapati ibu tengadah
                Pada langit merah di ujung monas
                Di ujung pandangnya:    surga menganga


                 Di tubuhmu, ibu
                Pasang surut air laut menyapu dosamu
                Debur ombak menghantam-hantam dadamu
                Air matamu merupa gelombang
                Membuncah lautan
                Menjejal karang
                Menyapu kota-kota


                 Di matamu gedung-gedung menembus langit
                Halaman rumahmu
                Mewujud hotel-hotel mengangkasa
                Menghalang pandangmu pada bulan
                Bulan sabitkah atau purnamakah sekarang?
                Ibu kelu
                Di ujung matamu:    surga lenyap


 II             Suatu pagi kudapati ibu telah mati
                Patung-patung mewah mencuat melalui matanya
                Asap pabrik mengepul dari lubang hidungnya
                Limbah meleleh di lubang kupingnya
                Gedung parlemen mengakar di kakinya
                Hotel berbintang menembus pusarmu, ibu
                Mulutmu menganga:    nerakalah surga


                 Di kedalaman mulutmu, ibu
                Kau pernah bercerita
                Para anak membunuh bapaknya
                Anak lelaki meniduri ibunya
                Anak perempuan bunting sebelum akadnya


                 Suatu pagi, ibu
                Kubenamkan sangkurku di lambungmu


 Tanjungkarang, September 2017







Ihwal Aku dan Waktu


Aku embun di landai daun-daun mungil
Yang aus diterpa mentari
Lalu lenyap bak uap
Membumbung pada lanskap

Esok aku
Tetesan hujan dari genting-genting rumah
Yang jatuh satu-dua
Lalu lesap pada tanah

Esoknya lagi aku
Titik-titik air mata
Pada pipi dan dagumu
Yang resap
Dalam pori-pori jiwamu

Lalu setahun lagi aku
Dan selamanya aku
Menjelma cinta
Yang terus mengalir

April, 2018







Penghuni Surga
Oleh Silvia Damayanti

Siapa mendamba matahari baru?
Kelopak mata akan berhenti mengatup
Matanya tak akan lelah menatapi pelangi
Hidupnya juga bakal sentosa
Kurma dan anggur akan berbuah dua belas kali tiap bulannya
Karena khuldi tak terdapat di surga

Siapa mendamba hidup tanpa bulan?
Jangan kau cari pedagang lampu
Karena malam dan siang sebentar lagi pensiun
Tak ada terik membakar kulit
Juga gulita yang menjegal pandang

Seberapa pantas kita menuju surga
Dan tinggal bersama mereka yang terdaftar dalam buku kehidupan
Lalu orang-orang yang tak terhitung jumlahnya
Berteriak jauh di bawah kakimu
“Aku mau hidup kekal!” beberapa saat sebelum lautan belerang
Dengan api menyala merenggutnya pada kematian kedua

Seberapa pantas kita mendaki tuhan
Mendamba hidup tanpa perkabungan, ratap tangis, dan kertak gigi
Seperti ada tertulis:
Biji sesawi yang kau tabur di bumi
Berkembang beranak di surga

Bandarlampung, September 2019








Pada Sebuah Amsal
Oleh Silvia Damayanti

Seorang raja menasihati anak-anaknya
Saban malam saat bulan siap berjaga pada jam kerjanya
Dengan penuh cinta ia menularkan kasih tuhan
Juga harapan agar anak-anaknya tidak cemar dalam dosa
Anak-anak harus membawa cinta kasih
Mengalungkan pada lehernya

Ajaran ibu adalah rangkaian mawar yang selalu segar
Ikatkanlah saja pada kepala
Hormatilah ia, tapi jangan kau cumbu dia
Jika suatu hari anak-anak bermain dengan sebayanya
Bermainlah dengan kejujuran
Bawakan mereka hatimu
Tapi jangan kau bawa pulang usus mereka

Bergaullah dengan wanita bijak
Tangan kanannya adalah pedang penghunus kepicikan
Tangan kirinya tombak penembus kefasikan
Jangan sekali pun jatuh di bawah kaki perempuan jalang
Karena di kakinya tak terdapat surga
Mereka membawa ular pada lidahnya
Benih-benih iblis pada rahimnya
Mereka adalah jalan menuju dunia orang mati
Peliharalah perintahku dalam hatimu
Sebab kebaikanmu di bumi akan bertunas di ladang tuhan

Demikianlah raja menasihati anak-anaknya yang tuli

Tanjungkarang
Desember, 2019









Kembang Senja di Pinggiran East Gippsland
Oleh Silvia Damayanti

Setangkai mawar
Mendongak pada langit
Yang enggan hujan

Setangkai mawar
Kuning memerah manja
Serupa senja

Setangkai mawar
Baunya mengudara
Duri di dada

Di pinggiran East Gippsland,
Mawar merah menghitam
Duri-duri menusuk jiwa
Membunuh harapan

Kelopak-kelopak mawar berguguran
Di lahan gosong
Induk-induk domba kehilangan bulunya
Sekawanan elang menangis
Mengibas kelompok awan
Terbang limbung
Mengantarkan nyawa ke depan pintu surga

Januari, 2020
















               


Komentar

Postingan Populer